12/30/2011
Jakarta --- Komitmen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk memperhatikan masyarakat marginal terus dilakukan. Tahun 2012, sedikitnya ada enam juta lebih siswa dan mahasiswa miskin yang akan disubsidi, dengan nilai lebih dari Rp3,9 triliun.
Anggaran pendidikan 2012 yang dialokasikan  untuk pemberian subsidi kepada peserta didik, baik langsung maupun melalui sekolah seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mencapai Rp 29,19 triliun.
Demikian diungkapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh dalam jumpa pers akhir tahun, yang digelar di kantornya, di Jakarta, Jumat (30/12) pagi, didampingi seluruh pejabat eselon satu Kemdiknas.
“Saat ini terdapat 1,18 juta siswa putus sekolah dan 2,33 juta lulusan sekolah dasar sampai sekolah menengah yang tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi karena alasan faktor ekonomi. Itu sebabnya APBN 2012 diarahkan untuk menyediakan subsidi siswa miskin untuk menyasar sebanyak 6 juta lebih siswa,” katanya.
Nuh berharap bantuan siswa miskin ini akan dapat menyelamatkan paling sedikit 800 ribu siswa dari putus sekolah dan memberi kesempatan bagi 740 ribu siswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh November ini juga menambahkan, kini pola pemberian bantuan bagi siswa miskin disiapkan untuk bisa terus menerus terpantau. “Jika memang peserta didik karena keterbatasan ekonominya si siswa di jenjang sekolah dasar sudah mendapatkan bantuan subsidi siswa miskin, maka saat peserta didik itu masuk ke jenjang sekolah menengah pertama, sudah bisa dipastikan untuk tetap memperoleh bantuan serupa. Itu sebabnya yang disiapkan bagi para penerima bantuan siswa miskin ini data nama dan alamat, atau by name by address,” katanya.
Pemberian subsidi ini, kata Nuh menambahkan, diharapkan dapat mengurangi beban pengeluaran keluarga miskin untuk pendidikan; peningkatan angka melanjutkan siswa antar jenjang pendidikan; penurunan angka putus sekolah di semua jenjang pendidikan; serta penurunan kesenjangan  pendidikan antara kelompok sosial ekonomi dan antar wilayah.
Bagi siswa yang berada di jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP), bantuan juga bisa diterima dari penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS), yang pada tahun 2012, sebagaimana petunjuk teknis penggunaan dana BOS, diizinkan dimanfaatkan untuk kebutuhan personal siswa miskin.(pih)

Rasa-rasanya rasa muakku sudah sampai pada puncaknya.

Setelah membaca rubrik Humaniora di harianKompas edisi hari ini, aku menjadi semakin jengkelsaja dengan kebijakan sistem pendidikan di Indonesia yang kian lama kian wagu saja. Akhir-akhir ini rubrik Humaniora Kompas memang banyak menyoroti tentang kondisi pendidikan di Indonesia. Diawali dengan pemberitaan mengenai ide cemerlang dari salah seorang ketua RW di salah satu desa di Sala Tiga yang dengan kreatifnya menggagas sebuah sekolah alternatif untuk siswa SLTP dengan konsep sekolah terbukanya sampai pada kegilaan mungkin lebih tepat jika disebut kebodohan dari pemerintah mengenai rancangan sistem jalur pendidikan yang baru.

Dalam sistem pendidikan yang baru ini pemerintah akan membagi jalur pendidikan menjadi dua jalur besar, yaitu jalur formal standar dan jalur formal mandiri. Pembagian jalur ini berdasarkan perbedaan kemampuan akademik dan finansial siswa. Jalur formal mandiri diperuntukkan bagi siswa yang mapan secara akademik maupun finansial. Sedangkan jalur formal standar diperuntukkan bagi siswa yang secara finansial bisa dikatakan kurang bahkan tidak mampu.

Dengan kata lain jalur formal mandiri adalah jalur bagi siswa kaya sedangkan jalur formal standar adalah jalur bagi siswa miskin. Konyol memang. Aku sampai tidak habis pikir bisa-bisanya pendidikan dikotak-kotakkan berdasarkan tingkat fianansial dari peserta didik. Dalam hal ini, pemerintah berdalih bahwa pada jalur formal mandiri akan disediakan beasiswa bagi siswa yang kurang mampu miskin agar dapat menuntut ilmu pada jalur ini. Yang jadi pertanyaan sekarang adalah Berapa banyak sich beasiswa yang disediakan?.

Pemerintah sendiri menyatakan bahwa setidaknya akan ada lima persen siswa miskin yang bersekolah di setiap sekolah yang menyelenggarakan jalur formal mandiri. Menurut ku ini juga merupakan salah satu bentuk kebodohan yang lain. Coba saja kita bayangkan seandainya ada seorang siswa miskin yang memperoleh beasiswa untuk bersekolah di jalur formal mandiri yang nota bene tempat sekolahnya siswa kaya. Bukankah kondisi seperti ini malah menjadikan siswa miskin ini menjadi minder dan rendah diri. Ketika teman-temannya selalu mengenakan seragam yang bersih dan tersetrika dengan rapi dengan menggunakan pelembut dan pewangi pakaian sedangakan siswa miskin ini hanya mampu mengenakan seragam bekas alias hibahan dari tetangganya, bukankah kondisi seperti ini malah menjadikan siswa miskin ini menjadi objek tontonan bagi siswa-siswa kaya?

Apakah pembagian jalur pendidikan ini merupakan salah satu misi pemerintah dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa?

Menurutku, pendidikan adalah satu-satunya jalan bagi bangsa kita dalam mengejar ketertinggalan dengan bangsa lain. Aku cukup salut dengan pemerintah Kamboja dan Thailand yang mulai berbenah diri dengan berfokus pada pendidikan warga negaranya. Kedua negara ini mulai merintis pendidikan gratis bagi warga nya. Pemerintah Kamboja sendiri mulai mengalihkan sembilan belas persen dari total anggarannya yang biasanya digunakan sebagai angaran militer untuk mendukung pengembangan pendidikan.

Lantas bagai mana dengan visi dan misi pendidikan di Indonesia? Mau dibawa ke mana pendidikan di Negara kita? Apakah pendidikan sudah menjadi barang dagangan yang nantinya menghasilkan outputan berupa selembar sertifikat dan ijazah bukannya keahlian dan daya analitis? Dan apakah pendidikan hanya menjadi milik dan hak orang kaya saja?

Apakah memang orang miskin dilarang sekolah?

Apa sih hakikat pendidikan? Apakah tujuan yang hendak dicapai oleh institusi pendidikan?

Agak miris lihat kondisi saat ini. Institusi pendidikan tidak ubahnya seperi pencetak mesin ijazah. Agar laku, sebagian memberikan iming-iming : lulus cepat, status disetarakan, dapat ijazah, absen longgar, dsb. Apa yang bisa diharapkan dari pendidikan kering idealisme seperti itu. Ki hajar dewantoro mungkin bakal menangis lihat kondisi pendidikan saat ini. Bukan lagi bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa (seperti yang masih tertulis di UUD 43, bah!), tapi lebih mirip mesin usang yang mengeluarkan produk yang sulit diandalkan kualitasnya.

Pendidikan lebih diarahkan pada menyiapkan tenaga kerja "buruh" saat ini. Bukan lagi pemikir-pemikir handal yang siap menganalisa kondisi. Karena pola pikir "buruh" lah, segala macam hapalan dijejalkan kepada anak murid. Dan semuanya hanya demi satu kata : IJAZAH! ya, ijazah, ijazah, ijazah yang diperlukan untuk mencari pekerjaan. Sangat minim idealisme untuk mengubah kondisi bangsa yang morat-marit ini, sangat minim untuk mengajarkan filosofi kehidupan, dan sangat minim pula dalam mengajarkan moral.

Apa sebaiknya hakikat pendidikan? saya setuju dengan katamencerdaskan kehidupan bangsa. Tapi, ini masih harus diterjemahkan lagi dalam tataran strategis/taktis. kata mencerdsakan kehidupan bangsa mempunyai 3 komponen arti yang sangat penting : (1) cerdas (2) hidup (3) bangsa.

(1) tentang cerdas
Cerdas itu berarti memiliki ilmu yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan real. Cerdas bukan berarti hapal seluruh mata pelajaran, tapi kemudian terbengong-bengong saat harus menciptakan solusi bagi kehidupan nyata. Cerdas bermakna kreatif dan inovatif. Cerdas berarti siap mengaplikasikan ilmunya.

(2) tentang hidup
Hidup itu adalah rahmat yang diberikan oleh Allah sekaligus ujian dari-Nya. Hidup itu memiliki filosofi untuk menghargai kehidupan dan melakukan hal-hal yang terbaik untuk kehidupan itu sendiri. Hidup itu berarti merenungi bahwa suatu hari kita akan mati, dan segala amalan kita akan dipertanggungjawabkan kepada-Nya. Patut dijadikan catatan, bahwa jasad yang hidup belum tentu memiliki ruh yang hidup. Bisa jadi, seseorang masih hidup tapi nurani kehidupannya sudah mati saat dengan snatainya dia menganiaya orang lain, melakukan tindak korupsi, bahkan saat dia membuang sampah sembarangan. Filosofi hidup ini sangat sarat akan makna individualisme yang artinya mengangkat kehidupan seseorang, memanusiakan seorang manusia, memberikannya makanan kehidupan berupa semangat, nilai moral dan tujuan hidup.

(3) tentang bangsa
Manusia selain sesosok individu, dia juga adalah makhluk sosial. Dia adalah komponen penting dari suatu organisme masyarakat. Sosok individu yang agung, tapi tidak mau menyumbangkan apa-apa apa-apa bagi masyarakatnya, bukanlah yang diajarkan agama maupun pendidikan. Setiap individu punya kewajiban untuk menyebarkan pengetahuannya kepada masyarakat, berusaha meningkatkan derajat kemuliaan masyarakat sekitarnya, dan juga berperan aktif dalam dinamika masyarakat. Siapakah masyarakat yang dimaksud disini? Saya setuju bahwa masyarakat yang dimaksud adalah identitas bangsa yang menjadi ciri suatu masyarakat. Era globalisasi memang mengaburkan nilai-nilai kebangsaan, karena segala sesuatunya terasa dekat. Saat terjadi perang Irak misalnya, seakan-akan kita bisa melihat Irak di dalam rumah. Tapi masalahnya, apakah kita mampu berperan aktif secara nyata untuk Irak (selain dengan doa ataupun aksi)? Peran aktif kita dituntut untuk masyarakat sekitar...dan siapakah masyarakat sekitar? tidak lain adalah individu sebangsa.

inilah sekelumit tulisan yang saya jadikan pokok pemikiran buat apa itu hakikat pendidikan sebenarnya.


Sekali lagi, Indonesia dihadapkan pada kasus yang mencoreng nama pendidikan. Kasus jual beli gelar yang dipraktekkan oleh IMGI. Cara memperoleh gelar ini sangatlah mudah, Anda tinggal menyetor 10-25 juta, dan Anda dapat gelar yang Anda inginkan..Tinggal pilih...apakah S1, S2, atau S3....benar-benar edan! Sebagian orang mabuk kepayang akan nilai gelar yang memabukkan. Dan tidak tanggung-tanggung yang pernah membeli gelar dari IMGI ini...sekitar 5000 orang.

Ini adalah protet buram masyarakat Indonesia yang memuja gelar melampaui batas. Dengan titel, seakan-akan masa depan lebih mudah. Padahal, nasib ditentukan oleh kerja keras...dan sebagian masyarakat Indonesia mencari jalan pintas. Tak heran, jika kasus wakil rakyat yang melakukan jual beli gelar agar kelihatan mentereng menyeruak di mana-mana. Dan dengan kepala kosong, mereka mencoba mengkonsepsikan pemerintahan Indonesia. Apa yang terjadi? Undang-undang sekedar lobi-lobi politik dimana semuanya UUD (ujung-ujungnya duit).

Tidakkah kita semua miris lihat kenyataan ini? Lalu apa gunanya gelar kalau ternyata dia hanya kedok belaka?

Guru, elemen yang terlupakan

Pendidikan Indonesia selalu gembar-gembor tentang kurikulum baru...yang katanya lebih oke lah, lebih tepat sasaran, lebih kebarat-baratan...atau apapun. Yang jelas, menteri pendidikan berusaha eksis dengan mengujicobakan formula pendidikan baru dengan mengubah kurikulum.

Di balik perubahan kurikulum yang terus-menerus, yang kadang kita gak ngeh apa maksudnya, ada elemen yang benar-benar terlupakan...Yaitu guru! Ya, guru di Indonesia hanya 60% yang layak mengajar...sisanya, masih perlu pembenahan. Kenapa hal itu terjadi? Tak lain tak bukan karena kurang pelatihan skill, kurangnya pembinaan terhadap kurikulum baru, dan kurangnya gaji. Masih banyak guru honorer yang kembang kempis ngurusin asap dapur rumahnya agar terus menyala.

Guru, digugu dan ditiru....Masihkah? atau hanya slogan klise yang sudah kuno. Murid saja sedikit yang menghargai gurunya...sedemikian juga pemerintah. banyak yang memandang rendah terhadap guru, sehingga orang pun tidak termotivasi menjadi guru. Padahal, tanpa sosok Oemar Bakri ini, tak bakal ada yang namanya Habibi.


Halaman ini berisi links ke sumber-sumber beasiswa. Informasi yang mungkin lebih lengkap mengenai beasiswa yang terbaru ada di DataBase kami.
Saran Webmaster adalah:
Kalau kita sedang mencari beasiswa prinsipnya memang sama dengan mencari pekerjaan,kita harus rajin mencari dan berusaha. Kita wajib juga untuk menunjukkan kepada yayasan atau lembaga pemberi dana bahwa kita serius mengenai pendidikannya. Di sini dan DataBase kami ada banyak links ke sumber beasiswa. Mungkin saat ini ada informasi lebih lengkap mengenai sumber beasiswa terbaru di DataBase. Semua sumber dana yang diidentifikasikan akan tetap ada di halaman-halaman beasiswa walaupun tanggal berlakunya sudah kadaluarsa. Mengapa? Walapun tanggalnya sudah kadaluarsa, apabila sedang mencari beasiswa sebaiknya mengirim surat ke semua sumber dana. Siapa tahu Anda berhasil.

Beasiswa: Kalau kita beruntung dan berhasil mendapat beasiswa kita wajib untuk menggunakan pendidikan kita untuk membantu pengembangan negara supaya lebih adil dan meningkatkan akses ke pendidikan bermutu untuk masyarakat lain (utang budi).

Mohon Bantuan: Kami sering ketemu situs-situs beasiswa yang penuh dengan iklan (dan paid links) tetapi isi yang berarti mengenai beasiswa adalah sangat sedikit (hanya mencari kliks). Kalau ada situs begini yang masuk DataBase kami mohom memberi tahu kami dan situsnya akan dihapus. 


Peraturan yang ada sekarang ini, membatasi jumlah maksimum per kelas untuk 48 siswa. Sementara itu untuk kebutuhan ideal tersebut diperlukan 48 komputer, hal ini menjadi target yang tidak realistis bagi semua sekolah di Indonesia saat ini. Beberapa sekolah telah menunjukkan kepada kami bahwa mereka memulai keberhasilan program ekstra-kurikuler sekolahnya hanya dengan jumlah komputer yang terbatas, melalui penjadwalan ketat. Penulis percaya bahwa target realistis terdekat dalam pertengahan waktu adalah menjadi 24 komputer. Pada kenyataannya hampir seluruh kelas berisi di bawah 48 siswa jadi angka perbandingan bagi siswa terhadap komputer tidak lebih dari 2 :1. Berbagi komputer selama masa awal tahap pelatihan komputer dapat memberikan keuntungan untuk membantu membangun rasa percaya diri dan juga memberikan kesempatan kepada siswa yang lebih mahir, sehingga mereka dapat membantu siswa yang lemah (meningkatkan efisiensi guru). Hal ini bukan berarti sekarang anda harus membeli 24 komputer. Anda bisa memulai program dasar ekstra-kurikuler hanya dengan 2 komputer. Yang terpenting adalah anda memiliki rencana, membuat pengaturan untuk melatih dan memepersiapkan karyawan anda, serta mulai untuk membicarakan masalah komputer tersebut. Penulis pernah mengajar kelas Internet hanya menggunakan satu komputer saja.