Rasa-rasanya rasa muakku sudah sampai pada puncaknya.
Setelah membaca rubrik Humaniora di harianKompas edisi hari ini, aku menjadi semakin jengkelsaja dengan kebijakan sistem pendidikan di Indonesia yang kian lama kian wagu saja. Akhir-akhir ini rubrik Humaniora Kompas memang banyak menyoroti tentang kondisi pendidikan di Indonesia. Diawali dengan pemberitaan mengenai ide cemerlang dari salah seorang ketua RW di salah satu desa di Sala Tiga yang dengan kreatifnya menggagas sebuah sekolah alternatif untuk siswa SLTP dengan konsep sekolah terbukanya sampai pada kegilaan mungkin lebih tepat jika disebut kebodohan dari pemerintah mengenai rancangan sistem jalur pendidikan yang baru.
Dalam sistem pendidikan yang baru ini pemerintah akan membagi jalur pendidikan menjadi dua jalur besar, yaitu jalur formal standar dan jalur formal mandiri. Pembagian jalur ini berdasarkan perbedaan kemampuan akademik dan finansial siswa. Jalur formal mandiri diperuntukkan bagi siswa yang mapan secara akademik maupun finansial. Sedangkan jalur formal standar diperuntukkan bagi siswa yang secara finansial bisa dikatakan kurang bahkan tidak mampu.
Dengan kata lain jalur formal mandiri adalah jalur bagi siswa kaya sedangkan jalur formal standar adalah jalur bagi siswa miskin. Konyol memang. Aku sampai tidak habis pikir bisa-bisanya pendidikan dikotak-kotakkan berdasarkan tingkat fianansial dari peserta didik. Dalam hal ini, pemerintah berdalih bahwa pada jalur formal mandiri akan disediakan beasiswa bagi siswa yang kurang mampu miskin agar dapat menuntut ilmu pada jalur ini. Yang jadi pertanyaan sekarang adalah Berapa banyak sich beasiswa yang disediakan?.
Pemerintah sendiri menyatakan bahwa setidaknya akan ada lima persen siswa miskin yang bersekolah di setiap sekolah yang menyelenggarakan jalur formal mandiri. Menurut ku ini juga merupakan salah satu bentuk kebodohan yang lain. Coba saja kita bayangkan seandainya ada seorang siswa miskin yang memperoleh beasiswa untuk bersekolah di jalur formal mandiri yang nota bene tempat sekolahnya siswa kaya. Bukankah kondisi seperti ini malah menjadikan siswa miskin ini menjadi minder dan rendah diri. Ketika teman-temannya selalu mengenakan seragam yang bersih dan tersetrika dengan rapi dengan menggunakan pelembut dan pewangi pakaian sedangakan siswa miskin ini hanya mampu mengenakan seragam bekas alias hibahan dari tetangganya, bukankah kondisi seperti ini malah menjadikan siswa miskin ini menjadi objek tontonan bagi siswa-siswa kaya?
Apakah pembagian jalur pendidikan ini merupakan salah satu misi pemerintah dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa?
Menurutku, pendidikan adalah satu-satunya jalan bagi bangsa kita dalam mengejar ketertinggalan dengan bangsa lain. Aku cukup salut dengan pemerintah Kamboja dan Thailand yang mulai berbenah diri dengan berfokus pada pendidikan warga negaranya. Kedua negara ini mulai merintis pendidikan gratis bagi warga nya. Pemerintah Kamboja sendiri mulai mengalihkan sembilan belas persen dari total anggarannya yang biasanya digunakan sebagai angaran militer untuk mendukung pengembangan pendidikan.
Lantas bagai mana dengan visi dan misi pendidikan di Indonesia? Mau dibawa ke mana pendidikan di Negara kita? Apakah pendidikan sudah menjadi barang dagangan yang nantinya menghasilkan outputan berupa selembar sertifikat dan ijazah bukannya keahlian dan daya analitis? Dan apakah pendidikan hanya menjadi milik dan hak orang kaya saja?
Apakah memang orang miskin dilarang sekolah?
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
Apa sih hakikat pendidikan? Apakah tujuan yang hendak dicapai oleh institusi pendidikan?
Agak miris lihat kondisi saat ini. Institusi pendidikan tidak ubahnya seperi pencetak mesin ijazah. Agar laku, sebagian memberikan iming-iming : lulus cepat, status disetarakan, dapat ijazah, absen longgar, dsb. Apa yang bisa diharapkan dari pendidikan kering idealisme seperti itu. Ki hajar dewantoro mungkin bakal menangis lihat kondisi pendidikan saat ini. Bukan lagi bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa (seperti yang masih tertulis di UUD 43, bah!), tapi lebih mirip mesin usang yang mengeluarkan produk yang sulit diandalkan kualitasnya.
Pendidikan lebih diarahkan pada menyiapkan tenaga kerja "buruh" saat ini. Bukan lagi pemikir-pemikir handal yang siap menganalisa kondisi. Karena pola pikir "buruh" lah, segala macam hapalan dijejalkan kepada anak murid. Dan semuanya hanya demi satu kata : IJAZAH! ya, ijazah, ijazah, ijazah yang diperlukan untuk mencari pekerjaan. Sangat minim idealisme untuk mengubah kondisi bangsa yang morat-marit ini, sangat minim untuk mengajarkan filosofi kehidupan, dan sangat minim pula dalam mengajarkan moral.
Apa sebaiknya hakikat pendidikan? saya setuju dengan katamencerdaskan kehidupan bangsa. Tapi, ini masih harus diterjemahkan lagi dalam tataran strategis/taktis. kata mencerdsakan kehidupan bangsa mempunyai 3 komponen arti yang sangat penting : (1) cerdas (2) hidup (3) bangsa.
(1) tentang cerdas
Cerdas itu berarti memiliki ilmu yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan real. Cerdas bukan berarti hapal seluruh mata pelajaran, tapi kemudian terbengong-bengong saat harus menciptakan solusi bagi kehidupan nyata. Cerdas bermakna kreatif dan inovatif. Cerdas berarti siap mengaplikasikan ilmunya.
(2) tentang hidup
Hidup itu adalah rahmat yang diberikan oleh Allah sekaligus ujian dari-Nya. Hidup itu memiliki filosofi untuk menghargai kehidupan dan melakukan hal-hal yang terbaik untuk kehidupan itu sendiri. Hidup itu berarti merenungi bahwa suatu hari kita akan mati, dan segala amalan kita akan dipertanggungjawabkan kepada-Nya. Patut dijadikan catatan, bahwa jasad yang hidup belum tentu memiliki ruh yang hidup. Bisa jadi, seseorang masih hidup tapi nurani kehidupannya sudah mati saat dengan snatainya dia menganiaya orang lain, melakukan tindak korupsi, bahkan saat dia membuang sampah sembarangan. Filosofi hidup ini sangat sarat akan makna individualisme yang artinya mengangkat kehidupan seseorang, memanusiakan seorang manusia, memberikannya makanan kehidupan berupa semangat, nilai moral dan tujuan hidup.
(3) tentang bangsa
Manusia selain sesosok individu, dia juga adalah makhluk sosial. Dia adalah komponen penting dari suatu organisme masyarakat. Sosok individu yang agung, tapi tidak mau menyumbangkan apa-apa apa-apa bagi masyarakatnya, bukanlah yang diajarkan agama maupun pendidikan. Setiap individu punya kewajiban untuk menyebarkan pengetahuannya kepada masyarakat, berusaha meningkatkan derajat kemuliaan masyarakat sekitarnya, dan juga berperan aktif dalam dinamika masyarakat. Siapakah masyarakat yang dimaksud disini? Saya setuju bahwa masyarakat yang dimaksud adalah identitas bangsa yang menjadi ciri suatu masyarakat. Era globalisasi memang mengaburkan nilai-nilai kebangsaan, karena segala sesuatunya terasa dekat. Saat terjadi perang Irak misalnya, seakan-akan kita bisa melihat Irak di dalam rumah. Tapi masalahnya, apakah kita mampu berperan aktif secara nyata untuk Irak (selain dengan doa ataupun aksi)? Peran aktif kita dituntut untuk masyarakat sekitar...dan siapakah masyarakat sekitar? tidak lain adalah individu sebangsa.
inilah sekelumit tulisan yang saya jadikan pokok pemikiran buat apa itu hakikat pendidikan sebenarnya.
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
Ini adalah protet buram masyarakat Indonesia yang memuja gelar melampaui batas. Dengan titel, seakan-akan masa depan lebih mudah. Padahal, nasib ditentukan oleh kerja keras...dan sebagian masyarakat Indonesia mencari jalan pintas. Tak heran, jika kasus wakil rakyat yang melakukan jual beli gelar agar kelihatan mentereng menyeruak di mana-mana. Dan dengan kepala kosong, mereka mencoba mengkonsepsikan pemerintahan Indonesia. Apa yang terjadi? Undang-undang sekedar lobi-lobi politik dimana semuanya UUD (ujung-ujungnya duit).
Tidakkah kita semua miris lihat kenyataan ini? Lalu apa gunanya gelar kalau ternyata dia hanya kedok belaka?
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
Guru, elemen yang terlupakan
Di balik perubahan kurikulum yang terus-menerus, yang kadang kita gak ngeh apa maksudnya, ada elemen yang benar-benar terlupakan...Yaitu guru! Ya, guru di Indonesia hanya 60% yang layak mengajar...sisanya, masih perlu pembenahan. Kenapa hal itu terjadi? Tak lain tak bukan karena kurang pelatihan skill, kurangnya pembinaan terhadap kurikulum baru, dan kurangnya gaji. Masih banyak guru honorer yang kembang kempis ngurusin asap dapur rumahnya agar terus menyala.
Guru, digugu dan ditiru....Masihkah? atau hanya slogan klise yang sudah kuno. Murid saja sedikit yang menghargai gurunya...sedemikian juga pemerintah. banyak yang memandang rendah terhadap guru, sehingga orang pun tidak termotivasi menjadi guru. Padahal, tanpa sosok Oemar Bakri ini, tak bakal ada yang namanya Habibi.
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
Halaman ini berisi links ke sumber-sumber beasiswa. Informasi yang mungkin lebih lengkap mengenai beasiswa yang terbaru ada di DataBase kami.
Kalau kita sedang mencari beasiswa prinsipnya memang sama dengan mencari pekerjaan,kita harus rajin mencari dan berusaha. Kita wajib juga untuk menunjukkan kepada yayasan atau lembaga pemberi dana bahwa kita serius mengenai pendidikannya. Di sini dan DataBase kami ada banyak links ke sumber beasiswa. Mungkin saat ini ada informasi lebih lengkap mengenai sumber beasiswa terbaru di DataBase. Semua sumber dana yang diidentifikasikan akan tetap ada di halaman-halaman beasiswa walaupun tanggal berlakunya sudah kadaluarsa. Mengapa? Walapun tanggalnya sudah kadaluarsa, apabila sedang mencari beasiswa sebaiknya mengirim surat ke semua sumber dana. Siapa tahu Anda berhasil.
Beasiswa: Kalau kita beruntung dan berhasil mendapat beasiswa kita wajib untuk menggunakan pendidikan kita untuk membantu pengembangan negara supaya lebih adil dan meningkatkan akses ke pendidikan bermutu untuk masyarakat lain (utang budi).
Mohon Bantuan: Kami sering ketemu situs-situs beasiswa yang penuh dengan iklan (dan paid links) tetapi isi yang berarti mengenai beasiswa adalah sangat sedikit (hanya mencari kliks). Kalau ada situs begini yang masuk DataBase kami mohom memberi tahu kami dan situsnya akan dihapus.
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
Bagaimana caranya di beberapa sekolah berhasil membeli komputer, yang mahal dan memerlukan biaya perawatan yang cukup tinggi?
04.46Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
Tetapi, kira-kira tahun 2000-2001 industri TIK yang sedang berjuang di pasar TIK yang sedang sulit di Indonedia mulai sadar mengenai Peluang Bisnis TIK di Sektor Pendidikan (pasar besar - sekarang lebih dari 50 juta murid). Sejak waktu itu kami sudah berjuang untuk mengatasi Banyak Retorika yang muncul mengenai peran TIK dalam pendidikan, maupun isu-isu terkait Mutu Pendidikan dan Teknologi. Itu sebabnya akhirnya kami merasa membutuh situs Ilmu Teknologi Pendidikan.
Awal dari milenium baru dan reformasi menjanjikan harapan untuk mempercepat perkembangan sektor pendidikan di Indonesia. Kunci utama yang memicu akan timbulnya harapan baru tersebut berjalan kearah desentralisasi, manajemen berbasis sekolah, dan pemberdayaan sekolah serta masyarakat untuk mempengaruhi hasil (outcomes) sekolah, juga kesatuan tujuan-tujuan dari semua sektor pendidikan.
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
Tantangan Teknologi Informasi dalam Pendidikan Indonesia
Indra Akuntono | Inggried |
Selasa, 27 September 2011 | 13:14 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Semakin banyaknya penyusunan dokumen dan distribusi data yang mengacu pada penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), mendesak Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) untuk menerapkan TIK ke dalam sistem pendidikan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan dan administrasi, meningkatkan komunikasi, dan mendukung peningkatan penyampaian kurikulum dan pembelajaran di kelas.
Staf Ahli Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) bidang Rencana Biro dan Organisasi, Abdullah Alkaf mengatakan, dengan banyaknya dukungan terhadap pemanfaatan TIK untuk pendidikan, maka tantangan besar yang dihadapi adalah memastikan koordinasi dan integrasi dari inisiatif yang beragam ke dalam kerangka kerja strategis tingkat nasional agar memberikan dampak yang lebih besar ke dalam dunia pendidikan.
Koordinasi dibutuhkan untuk meningkatkan efektivitas dan skala, serta keberlanjutan dari berbagai inisiatif pemanfaatan TIK, kata Alkaf, Selasa (27/9/2011), di Jakarta.
Ia menjelaskan, Indonesia yang masuk ke dalam salah satu negara dengan pengguna TIK terbesar di dunia sudah selayaknya menerapkan pelayanan publik berbasis TIK. Hal itu sebagai bentuk efisiensi pelayanan dari pemerintah kepada masyarakat, khususnya dalam pengelolaan pendidikan.
Reformasi birokrasi harus dibentuk dalam layanan-layanan yang lebih baik. Harapannya adalah agar terwujud efisiensi nasional untuk masyarakat yang kita layani, ujarnya.
Terlebih, lanjutnya, penerapan TIK sangat terkait dengan transparansi yang telah diatur dalam Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Pengelolaan pendidikan dengan memaksimalkan penggunaan TIK diharapkan akan mendorong partisipasi aktif dari masyarakat dalam monitoring dan evaluasi pembangunan pendidikan di tahun-tahun mendatang.
Selama ini, ketidak tersediaan TIK membuat distribusi data (pendidikan) menjadi tidak maksimal. Penyebabnya, di banyak daerah, pendistribusian data masih menggunakan cara-cara manual, dan di beberapa daerah lainnya terpaksa menggunakan cara-cara yang lebih tradisional (tulis tangan) karena selain belum adanya komputer tetapi juga masih ada beberapa daerah yang belum tersedia saluran listrik.
Tidak tersedianya TIK memaksa pendistribusian data menggunakan cara-cara yang manual...............
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
- Re: "media pembelajaran masa depan" Dari mana asumpsi ini? Berbasis apa?
- Banyak sekali siswa-siswi sudah menggunakan Internet di warnet beberapa tahun. Apakah mereka lebih berhasil di Ujian Sekolah atau UN? Buktinya?
- Kapan ada waktu (sebenarnya) di sekolah-sekolah kita untuk menggunakan Internet? Kurikulumnya sudah sangat padat.
- Apakah "semua sekolah" di Indonesia punya/akan punya "beberapa kelas" lengkap dengan komputer? Kapan? Pemiliharaan tanggungjawab siapa?
- Apakah main Internet secara bebas tidak menghabiskan waktu yang lebih baik digunakan untuk mengulang pelajaran sekolah dan menyiapkan mereka untuk UN atau Ujian Sekolah? Apakah UN sekarang termasuk ujian "Chatting" ?
- Bagaimana rencana kita untuk mengatasi masalah bahwa siswa-siswi tidak dapat mengakses atau berpartisipasi di "dunia informasi luas" karena bahasa Inggrisnya lemah?
- Bagaimana cara mengintegrasikan Internet di dalam kurikulum dan jadwal pembelajaran di kelas-kelas kita (selain kelas TI)?
- Apakah di tingkat sekolah 'Internet sebagai sumber informasi' betul mempunyai peran di dalam melaksanakan kurikulum-kurikulum formal di Indonesia?
(Saran kami: Kalau ada guru yang ingin memberi tugas penelitian ke siswa-siswi lewat Internet, lebih baik mereka melaksanakan tugasnya 'secara mandiri' di warnet atau telecenter di luar jam kelas, daripada menghabiskan jam pelajaran di sekolah.) - Beberapa sekolah sudah punya akses Internet. Guru-gurunya perlu penjelasan 'berbasis-pedagogi' yang rinci dan praktis! Kami belum dapat ketemu informasinya di situs-situs DepDikNas (termasuk JarDikNas).Mohon informasi!
- Apakah tidak lebih baik menggunakan dananya untuk melaksanakan program-program pendidikan yang sudah terbukti (MBS & PAKEM) yang dapat meningkatkan mutu pendidikan maupun kemampuan guru di tingkat sekolah?
Atau meningkatkan pembelajaran bahasa Inggris yang dapat "membuka informasi global maupun dunia kerja global" untuk siswa-siswa kita, dan adalah hal globalisasi di Indonesia yang paling penting sekarang.
(Jumlah jam pelajaran dan sistem meniliakan bahasa Inggris jelas tidak berhasil menjamin kemampuan siswa-siswi kita dapat berpartisipasi di dunia global).
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
Pendidikan Yang Bermutu adalah:
Pendidikan Berbasis-Guru yang Mampu dan Sejahtera, di Sekolah yang Bermutu, dengan Kurikulum yang Sesuai dengan Kebutuhan Siswa-Siswi dan "Well Balanced" (seimbang, dengan banyak macam keterampilan termasuk teknologi), yang Diimplementasikan secara PAKEM (Pembelajaran Kontekstual).("Mampu" termasuk Kreatif)
"SD hingga SMA" ah... Teknologi
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
Sebagai "Ilmuwan/ti Teknologi Pendidikan Profesional" kita perlu ingat terus bahwa:
"Educational technology is most simply and comfortably defined as an array of tools that might prove helpfulin advancing student learning." Ref: Educational Technology Beberapa macam alat yang mungkin dapat membantu
Dalam kewajiban kita sebagai "Ilmuwan/ti Teknologi Pendidikan Profesional" kita akan sering di dalam keadaan di mana kita perlu merekomendsikan teknologi yang sangat sederhana, atau bahwa "client" kita tidak memakai teknologi pendidikan sama sekali.
Draft: Phillip Rekdale
8 September, 2008
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
Dari Dalila Sadida - "saya jadi ingat saat sedang kuliah, hal macam ini(ketidakmerataan pendidikan) sudah cukup sering dibicarakan pak, namun rasanya masih "sebatas" dibicarakan, action nya? hm... tell me how sir? while I'm "just" an ordinary uni student. thank you in advance :)" |
Kalau melihat keadaan, jelas ICT bukan solusinya.
http://teknologipendidikan.com/rasiokomputer.html
Masalah kita adalah, kita selalu mencari solusi ajaib, dan suka lewat yang betul adalah solusi (Can't see the forest because of the trees).
Kalau saya ingat pada tahun 1998-2000 waktu saya bekerja di Kemendiknas, saya masih ingat Pak Arief Rachman menyampaikan kepentingan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Pembelajaran Kontekstual (PAKEM) kepada Kepala Sekolah dengan pasion dan semangat yang sebelumnya saya belum pernah menyaksikan. Hebat!
Tetapi, kayaknya kita sudah lupa kata-kata beliau, dan sampai sekarang MBS dan Pembelajaran Kontekstual sudah ditinggalkan sebelum dilaksanakan, dan kita tidak mempunyai fondasi pendidikan.
MBS, PAKEM, dan TTG (TTG sudah ada di semua sekolah sekarang) masih adalah kuncinya untuk melaksanakan pendidikan yang bermutu, maupun 'meratakan pendidikan' karena berbasis kemampuan dan kreativitas guru, dan sampai sekarang otak guru masih adalah teknologi yang paling mampu melaksanakan pembelajaran yang efektif dan bermutu di Indonesia, maupun di luar negeri. Kita hanya perlu mengaktifkan otaknya :-)
Maupun siswa-siswi kita: http://teknologipendidikan.com/mengaktifkansiswa.html dan
http://teknologipendidikan.com/21stcenturylearning.html
Sejak akhirnya tahun 80an (di luar negeri) dan pada awal tahun 2000 (di sini), Audio-Visual Aids (alat bantu pembelajaran) dan Ilmu TP sudah mulai digeserkan sampai ada manusia yang kelihatannya percaya bahwa teknologi dapat mengajar lebih efektif daripada manusia.
Di mana kita ingin membentukkan perilaku orang dan menyampaikan informasi tertentupembelajaran berbasis-teknologi, seperti e-learning mempunyai peran, misalnya karyawan kantor, pilot, tentara, perawat, dll, di mana perilakunya adalah berbasis kebijakan dan seragam.
Tetapi di mana tujuan kita adalah mengembankan seorang sesuai kemampuan beliau secara individu, yang kreatif dan inovatif dan dapat mandiri maupun menghadapi tantangan baru, tidak ada pengganti untuk manusia (guru) dengan Appropriate Technology (TTG).
Menurut saya, cara meratakan pendidikan di Indonesia adalah meratakan SDMnya. Bukan oleh pelatihan dan penataran seperti zaman D4, tetapi oleh meningkatkan akuntabilitas guru untuk meningkatkan kemampuan sendiri (seperti di luar negeri) oleh informasi yang tepat yang dapat lewat media mana saja, tetapi jangan menggunakan e-learning karena yang kita paling tidak perlu adalah jutaan guru seperti robot :-)
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
"Educational technology is the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating, using and managing appropriate technological processes and resources." (Wiki)
Kayaknya definisi di atas sering dipakai di Indonesia. Tetapi apa artinya "ethical practice" (Practice yang Mengembangkan Kemampuan Manusia Untuk Menghadapi Masa Depan, atau hanya membentukkan pikiran, pengetahuan tertentu, dan perilaku yang seragam? Berbasis-situasi, realitas, dan kebutuhan?), "facilitating learning" ("Learning" seperti apa? - Learning yang mengarah ke Kebutuhan Bangsa Yang Cerdas, atau bangsa yang hanya mencerminkan pikiran dan kemampuan umum tanpa perkembangan pikiran kreatif oleh pelajar sendiri? - Tujuan-Tujuan-nya apa?), "improving performance" (Meningkatkan "performance" apa? Hafalan dan Menjawab Kepada Pertanyaan-Pertanyaan Tertentu atau Kemampuan Berpikir Secara Mandiri dan Kreatif?), dan "using and managing appropriate technological processes and resources" (Apa Teknologi dan Proses Yang "Appropriate"? Ini Adalah Fondasi Ilmu Teknologi Pendidikan. "Bagaimana kita dapat tahu tanpa penelitian di lapangan kita yang lengkap?" Siapa yang "manage" dan memilih teknologi yang sesuai dan paling bermanfaat di Kelas Guru-Guru Kita? Guru-Guru, ICTers, atau Yang Membuat Kebijakan yang adalah Jauh Dari Kelas, Sekolah, Lapangan Luas, dan Rialitas?).
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
Teknologi Pendidikan Untuk Masa Kini / Masa Depan
(Ilmuwan Teknologi Pendidikan Profesional)
"Salah satu masalah di dunia teknologi pendidikan, luar negeri sama saja, adalah "skills" ilmuwan teknologi pendidikan sudah hilang. Solusinya sekarang selalu adalah komputer! Padahal sering yang paling cocok adalah peraga, realia, atau teknologi sederhana".
Ref: http://teknologipendidikan.com/teknologi.html
(http://teknologipendidikan.com/solusi.html#ilmuwan)
Pengalaman saya di Indonesia sudah membantu membuka mata saya lebih lebar terhadap masalah ini. Dulu saya merasa masalah ini terjadi karena kolega-kolega dan teman-teman saya (TPers) sendiri selalu mengarah ke teknologi baru karena seperti saya sendiri menyukai belajar mengenai teknologi baru, menghadapi tantangan-tantangan baru dan berpartisipasi dalam perkembangan baru.
Tetapi sekarang kalau saya "reflect" pada isu-isu di luar negeri dulu mungkin juga bukan kolega TPer yang salah.Apakah Kami Salah - atau kami diantar ikut jalan ini?
Saya masih ingat waktu transisi TP sebagai profesi mulai mengarah ke yang saya suka sebut Era "joki teknologi baru". Saya mengalami transisi itu antara tahun 1988 dan 1993 waktu saya bekerja sebagai Technical Officer di Centre for Language Teaching and Research di salah satu universitas di Queensland, Australia.
Dari administarsi departemen kami sering ada peraturan baru untuk meminimalkan biaya "consumables" misalnya kertas untuk photocopier, film untuk OHP, pena untuk whiteboard dan dll karena anggarannya sangat terbatas, katanya. Padahal kalau ada dosen yang meminta 20 komputer untuk membuat lab komputer untuk percobaan pembelajaran lewat komputer anggaran biasanya disediakan.
Kelihatannya kalau dosen perlu bahan dasar yang terkait langsung dengan mutu pembelajarannya beliau dapat disulitkan. Tetapi kalau beliau meminta beberapa komputer untuk program yang "belum tentu meningkatkan mutu pendidikan sama sekali" beliau dapat dibantu. Aneh menurut saya tapi nyata!
Ini bukan hanya fenomena yang pengaruhi consumables tetapi kalau dosen ingin membuat audio casettes, film, video, atau menggunakan media yang lain kelihatannya sering tidak begitu diperhatikan oleh administrasi di universitas. Mengapa begini?
Saya yakin untuk mengerti masalah ini kita perlu mengerti sifatnya politiks di universitas. Walapun universitas ini adalah universitas umum dan disubsidi oleh pemerintah mereka selalu sangat konsern terhadap status umum maupun akademik. Status dapat mempengaruhi jumlah dan prestasi pelajar yang ingin masuk kampusnya, maupun status juga dapat mempengaruhi grants oleh pemerintah, lembaga-lembaga lain, atau dari sektor bisnis, yang biasanya untuk penelitian.
Salah satu cara untuk mendapat perhatian oleh pers dan lembaga lain adalah menjalakan penelitian yang menggunakan teknologi terbaru (being seen to be on the cutting-edge - dilihat sebagai pelopor). Ini adalah mind-set yang kelihatannya berdominasi pada waktu itu. Isu-isu mutu pendidikan, maupun efektivitas bukan prioritas, apa lagi harganya bukan isu terpenting lagi.
Mungkin ini tidak terlalu sulit dipahami kalau kita melihat pada zaman itu juga di Indonesia, apa lagi pada waktu 1982 sampai 1990. Karena saya sudah banyak pengalaman dengan lab bahasa dan bekerja di proyek yang high-tech saya sering dipanggil oleh sekolah-sekolah bahasa untuk merekomendasikan lab bahasa. Saya sering bertanya mereka mengapa ingin memakan anggaran besar untuk membeli lab bahasa padahal sekolahnya masih relatif kecil. Jawabannya selalu sama, lab bahasa bukan isu yang terkait dengan program meningkatkan mutu pembelajaran, tetapi sekolah-sekolah lain yang mempunyai lab bahasa dan mempromosikan teknologinya mempunyai daya tarik tinggi dan sangat berhasil.
"Berhasil" dinilai dari jumlah pelajar dan penghasilan, bukan dari mutu pendidikannya. Akhirnya marketing untuk lab bahasa dan pentingnya (pentingnya untuk bisnis) ditingkatkan terus, masih sampai sekarang. Beberapa bulan yang lalu saya dikontak dari sekolah di Singapore oleh guru yang minta informasi mengenai lab bahasa. Walapun saya sebut bahwa ada beberapa strategi yang lebih murah dan efektif daripada lab bahasa dan beliau sendiri setuju, yang memiliki sekolah merasa status mempunyai lab bahasa masih adalah isu yang penting untuk bisnisnya.
Ref: http://educationtechnology.us/issues.html
Mengapa banyak pihak di bidang teknologi maupun pejabat masih medorong high-technology (misalnya e-learning) sebagai solusi untuk pendidikan walapun kenyatan di lapangan "Satu Komputer Untuk 2.000 Siswa" dan "dari jumlah total yang mencapai 200.000 sekolah, sekitar 182.500 sekolah tingkat SD, SMP, dan SMA se-Indonesia belum terakses internet" tidak mendukung atau memungkinkan melaksanakan progrmnya. Sebagai pendidik saya selalu tanya dimana hasil penelitian di Indonesia yang dapat mendukung statemen-statemen begini? Tetapi ini adalah pertanyaan yang kelihatannya tidak popular dan tidak perlu dijawab.
Hal lain yang perlu dipikirkan adalah mengapa bisnis-bisnis teknologi dan komunikasi sangat mendukung program seperti ini? Satu faktor yang saya baru menyaksikan di negara ini adalah pemerintah bekerjasama bisnis. Di negara maju pemerintah dan bisnis tidak boleh bergabung karena kesempatan yang ada untuk kolusi. Apakah bisnis dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah?
Menurut saya, isu utama terhadap profesi Teknologi Pendidikan adalah bagaimana merancang Kurikulum dan Pelatihan untuk Calon Teknologist Pendidikan di Indonesia yang sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan di lapangan, tetapi menghadapi isu-isu lain?
Ada beberapa peran lain untuk e-Teknologi yang perlu diperhatikan, misalnya untuk mahasiswa-mahasiswi yang jauh dari kampusnya, atau yang harus menyesuaikan waktu untuk belajar dengan tugas kerja atau pertangunggjawaban sebagai Ibu Rumah Tangga.
Juga ada market multi-million Dolar untuk produk e-learning untuk pelatihan di industri maupun pendidikan tertentu di luar negeri. Sekarang sudah ada beberapa perusahaan di Indonesia yang sudah mulai berhasil mengekspor bahannya.
Tetapi kebutuhan SDM Teknologi pendidikan yang paling banyak dan paling penting (menurut saya) ada di sektor pendidikan umum yang oleh meningkatkan mutu pendidikan dengan "Appropriate Technology" di semua sekolah dapat sangat mempengaruhi masa depan bangsa kita.
Jelas merancang kurikulum yang tepat untuk Teknologi Pendidikan adalah sesuatu yang sangat kompleks tetapi sangat penting untuk menjaminkan TPers yang profesional dan siap untuk menghadapi semua tantangan maupun menggunakan semua kesempatan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
(Prof. DR. Nurtain)
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
ICT adalah Teknologi yang "Paling Tidak Tepat Guna" untuk Pembelajaran di Sektor Pendidikan Umum
04.32"Teknologi Tepat Guna (TTG) sudah ada di semua sekolah di Indonesia "Sekarang", dan guru-guru hanya perlu belajar caranya menggunakan TTG secara efektif, dan bersama PAKEM kita dapat mencapaikan Pendidikan Standar Dunia. Maupun Menggunakan Strategi/Metodologi TTG (Yang Berbasis-Pedagogi) Adalah Cara Terbaik Untuk Mengintegrasikan Semua Macam Teknologi Dalam Pendidikan.
Pembelajaran Berbasis-ICT Di Kelas Dapat Sangat Mengancam Perkembangan SDM (Maupun Perkembangan Guru) Yang Kreatif Di Indonesia. Informasi lanjut...
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
Dosen-dosen, sama dengan guru-guru di sekolah, wajib untuk mengaktifkan mahasiswa/i dalam proses pembelajaran. Kita perlu menggunakan strategi-strategi, walapun kelasnya adalah besar, di mana mahasiswa/i adalah seaktif mungkin dalam proses pembelajaran.
Apakah anda yang dosen yang membaca ini pernah ikut program seminar yang ceramah atau pidato sepanjang hari? Apakah anda ingin tidur atau pulang? Sekarang kebanyakan presenter menggunakan laptop dan data projector. Apakah ada bedanya? Setelah dua atau tiga presentasi apa anda ingin tidur atau pulang juga? Sama saja kan?
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
"Environmen yang sehat" Puluhan ribu sekolah di negara kita adalah rusak atau ambruk. Kalau kita menuju pendidikan yang bermutu "untuk semua" ini harus sebagai prioritas utama terhadap keadilan di bidang pendidikan. Walapun sumber-sumber pembelajaran dan fasilitas adalah isu yang sangat penting semua siswa-siswi di Indonesia berhak untuk mengakses sekolah yang aman dan nyaman.
"Konten dalam kurikulum dan bahan pembelajaran yang relevan untuk belajar basic skills". Kurikulum adalah isu yang terus perlu ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan siswa-siswi untuk menghadapi masa depan dengan keberanian dan kreativitas, kalau negara kita berharap kemajuan.
Biasanya ada tiga kurikulum sebetulnya; kurikulum nasional, kurikulum daerah (mungkin konten lokal termasuk bahasa), dan kurikulum sekolah (mencerminkan keinginan dan kebutuhan lingkungan sekolah termasuk masyarakat dan industri). Kurikulum sekolah adalah isu yang sangat penting dan dapat di bentukkan dalam kegiatan ekstra-kurikular untuk menambah pembelajaran agama, sosial, kemandirian, keterampilan yang berhubungan dengan industri lokal (kejuruan), dll. Kurikulum sekolah dapat sangat membantu dengan isu-isu mutu SDM.
"Proses-proses di mana guru-guru yang terlatih menggunakan sistem pembelajaran child centered"
Apa maksudnya "child centered"? Child centered adalah sistem pembelajaran di mana fokus pembelajaran adalah dengan pelajar bukan guru. Guru sebagai fasilitator atau manajer proses pembelajaran. Misalnya di TK guru-guru sering mengajar anak-anak lewat kegiatan mainan. Di dalam kegiatan-kegiatan ini adalah pembelajaran misalnya pembelajaran isu sosial, hitung, bergambar, cerita dalam kata-kata sendiri, keterampilan kreativitas, dll.
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
Sebetulnya ada banyak definisi untuk pendidikan yang bermutu tetapi kami merasa bahwa definisi ini dari UNICEF(di bawah) adalah cukup lengkap:
- Pelajar yang sehat, mendapat makanan bergizi yang cukup dan siap berpartisipasi dalam proses belajar, yang didukung dalam proses pembelajaran oleh keluarga dan linkungannya.
- Environmen yang sehat, aman, melindungi dan "gender-sensitive", dan menyediakan sumber-sumber pembelajaran dan fasilitas yang cukup.
- Konten dalam kurikulum dan bahan pembelajaran yang relevan untuk belajar "basic skills", khusus "literacy, numeracy and skills for life", dan pengetahuan mengenai isu-isu seperti "gender, health (kesehatan), nutrisi, HIV/AIDS prevention and peace (kedamaian)".
- Proses-proses di mana guru-guru yang terlatih menggunakan sistem pembelajaran "child centered" di kelas dan sekolah yang di-manage dengan baik dan di mana ada penilaian yang baik untuk melaksanakan pembelajaran dan menurunkan isu-isu perbedaan.
- Outcomes yang termasuk pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap, dan berhubungan dengan tujuan-tujuan (goals) nasional untuk pendidikan dan partisipasi sosial yang positif.
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
Apakah tujuan KBM adalah untuk menyampaikan informasi tertentu (pengetahuan) atau mengajar salah satu "skill" (keterampilan) kepada pelajarnya? Atau ada tujuan yang lebih luas?
Kami masih ingat pada waktu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) baru muncul di Indonesia secara formal. Di lapangan banyak guru sedang bingung. Bingung karena ada beberapa hal termasuk banyak kompetensi yang disebut dalam kurikulum yang bukan kompetensi, atau sangat sulit diukur. Salah satu masalah besar adalah guru-guru bingung karena mereka tidak dapat percaya bahwa mereka akan punya cukup waktu untuk mengajar les masing-masing untuk menyampaikan dan "assess" (menilaikan) begitu banyak kompetensi.
Padahal ini bukan masalah karena kita tidak perlu mengajar kompetensi-kompetensi itu masing-masing. Di dalam satu kelas kita dapat mengajar beberapa kompetensi sekalian dan juga assess beberapa kompetensi sekalian.
Sebenarnya di setiap kelas kita wajib untuk mengajar sebanyak kompetensi mungkin dalam waktunya bila memakai KBK atau tidak.
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
Bacaan tertarik: Untuk apa pendidikan?
Yang kedua, "cara siswa kita belajar", apa itu PAKEM (Contextual Learning)?
"A conception that helps teachers relate subject matter content to real world situations and motivates students to make connections between knowledge and its applications to their lives as family members, citizens, and workers." (BEST, 2001).
Satu konsep yang membantu guru-guru menghubungkan isinya mata pelajaran dengan situasi keadaan di dunia (real world) dan memotivasikan siswa/i untuk lebih paham hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya kepada hidup mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan karyawan-karyawan.
PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Fokus PAKEM adalah pada kegiatan siswa di dalam bentuk group, individu, dan kelas, partisipasi di dalam proyek, penelitian, penelidikan, penemuan, dan beberapa macan strategi yang hanya dibatas dari imaginasi guru.
Phillip Rekdale (Jakarta, November 2005)
Website ini sebagai percobaan untuk menggunakan teknologi yang dapat membantu sosialisasi prinsip-prinsip MBS. Kami akan berusaha untuk memasang informasi yang praktis dan baru dari lapangan mengenai perkembangan sekolah. Tetapi, yang sangat penting untuk sekolah di lapangan adalah informasi, khusus contoh-contoh perkembangan yang langsung dari lapangan. Sekolah-sekolah yang sudah mengimplementasikan program sejenis MBS (berdasar lingkungan sekolah) Mohon mengirim informasimengenai perkembangan anda ke SchoolDevelopment.Net supaya informasi anda dapat membantu sekolah lain
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
Sebelum desentralisasi, beberapa sekolah di Indonesia sudah melaksanakan proses Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)secara mandiri dan mereka mampu mengatasi banyak masalah-masalah yang berkaitan dengan pengembangan sekolah secara internal. Sekolah-sekolah ini, sebagian yang didaftar (sebelah kiri), disebut sebagai pelopor, dan perkembangannya sebenarnya cukup hebat. Kepala sekolah juga termasuk berani kalau kita melihat keadaan lingkungan dan paradigma sistem manajemen pendidikan saat itu. Sekarang, di beberapa propinsi di Indonesia kami mulai dapat melihat kemampuan sebenarnya dari MBS karena dukungan yang diberikan dari Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan. Transformasi yang dilaksanakan luar biasa. Proses MBS tidak dapat disebut baru di Indonesia, tetapi pelaksanaan sekarang dibuktikan dapat mengubah kebudayaan dan sistem supaya pengembangannya menjadi efektif dan "sustainable". Apa yang membuat implementasi sekarang menjadi efektif? Dasarnya adalah - Manajemen implementasi yang bagus. Seperti semua inisiatif yang lain, manajemen yang bagus adalah kunci untuk implementasi yang afektif. Bila perubahan sistemik dilaksanakan tanpa perubahan kebudayaan organisasi, implementasinya sering gagal dan kembali ke keadaan sebelumnya, seperti kita sudah melihat dulu setelah kepala sekolah yang mendorong prosesnya dipindahkan ke sekolah yang lain. Untuk implementasi yang bagus semua stakeholder harus sangat mengerti peran mereka masing-masing. Sesuai dengan etos MBS peran mereka tidak dapat dipastikan dari awal secara hitam di atas putih, mereka perlu, secara proses terbuka, mendiskusikan dan menukar pikiran supaya peran mereka yang paling mendukung guru di lapangan dan proses belajar-mengajar secara maksimal dapat ditentukan. Di dalam program baru, tidak ada peserta (stakeholder) yang dianggap superior, semua stakeholder walau mereka adalah Dewan Pendidikan, guru baru, atau orang tua yang petani, membawa input (pengalaman) dan kebutuhan mereka ke meja diskusi untuk mencari jalan terbaik untuk membantu stakeholder yang lain maupun keperluan mereka sendiri. Sekarang, yang juga sangat mendukung prosesnya adalah kita sekalian mengimplementasikan PAKEM (Contextual Learning) |
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
Memperbaiki semua sekolah yang rusak dan ambruk supaya Standar Nasional yang lengkap dengan sarana/prasarana supaya aman, nyaman, dan kondusif untuk "semua pelajar" - "Puluhan ribu sekolah dalam keadaan rusak atau ambruk termasuk 70% sekolah di DKI Jakarta - Di Jakarta Saja, 179 Sekolah Tidak Layak Pakai! - Hampir 80% Gedung Sekolah di Pesawaran Rusak, dll","Jumlah ruang kelas (SD dan SMP) rusak berat juga meningkat, dari 640,660 ruang kelas (2000-2004 meningkat 15,5 persen menjadi 739,741 (2004-2008)." (ICW) - Kelihatannya makin lama makin banyak sekolah yang rusak!
Ref: http://Ambruk.Com
Ref: http://pendidikan.net/pakem.html
http://TeknologiPendidikan.Com
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar
Saya, di bawah payung Pendidikan Network Indonesia sudah membuat dan mengurus jaringan yang sudah bertumbuh terus selama 12 tahun (Sekarang kira-kira 150 situs, kebanyakan Pendidikan dan Teknologi Pendidikan). Situs-situs ini sudah dikembangkan oleh saya sendiri dan dana-nya juga seratus persen dari uang sendiri dan penghasilan saya sendiri (tanpa sponsor). Tetapi, supaya saya dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan di lapangan, seperti yang di atas, saya jelas akan membutuh dukungan dari sponsor. Kalua anda merasa bahwa lembaga anda atau Program AID anda adalah ingin mendukung program ini silakan kontak saya di Sponsor@Metodologi.Com atau Telp: +62818 1949 00 Semua kesempatan dari sponsor-sponsor akan diberikan konsiderasi secara serius.
Posted in by smanegeri7balam | 0 komentar